Thursday, October 23, 2008

warta buku

MENDIDIK DISIPLIN TANPA PENINDASAN


Judul Buku : Penindas, Tertindas, dan Penonton,
Resep memutus rantai kekerasan anak
dari prasekolah hingga SMU
Judul Asli : The Bully, Bullied, and Bystander, from Preschool to High School—How Parents and Teachers Can Help Break The Cycle of Violence
Penulis : Barbara Coloroso
Penerjemah : Santi Indra Astuti
Penerbit : Serambi, Jakarta
Tahun Terbit : Juni 2006
Tebal : 391 halaman


American Psychiatric Association [1996] menyebutkan setiap tahunnya, antara 3.3 juta dan 10 juta anak dilaporkan mengalami kekerasan oleh anggota keluarganya karena melawan ibu mereka atau pembantu. Anak-anak yang tinggal serumah di mana orangtua atau salah satu pembantunya telah mengalami penganiayaan, anak tersebut akan signifikan beresiko menjadi korban penganiayaan. Dijelaskan juga sekitar 40 persen dan 70 persen laki-laki yang menyiksa perempuan, maka secara fisik ia akan menganiaya anak-anak di dalam rumah.

Indonesia memiliki payung hukum untuk melindungi anak dari tindak kekerasan dengan UU No. 33 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. UU ini bisa disambut bahagia, akan tetapi di bawah ketidaksadaran kolektif penindasan terhadap anak masih tetap berlangsung di rumah, di sekolah, di jalanan, di tempat-tempat kegiatan keagamaan, atau berbentuk tontonan dan hiburan. Kekerasan itu dilakukan oleh orang-orang dekat seperti orang tua, anggota keluarga, teman sebaya, guru-ustadz dan sekolah, negara, lembaga peradilan, media dan lain sebagainya.

Masyarakat acapkali menjadi penonton dari rangkaian siklus penindasan terhadap anak dan belum sensitif memosisikan anak secara bijak. Anak bunuh diri karena tidak mampu membayar uang sekolah akibat tidak tahan dilecehkan teman-temannya. Gurunya ikut menjadi penindas dengan mengeluarkan murid dari ruang ujian hanya semata alasan belum melunasi uang ujian. Atas peristiwa itu kognisi sosial kita menganggap korban sebagai pribadi yang bermasalah, sementara guru dan sekolah tidak menanggung resiko karena membiarkan teman-teman sebayanya melecehkan, menghina, ia dikucilkan dan bermacam ancaman jika tetap tidak mau membayar atau melunasi uang ujian.

Barbara Coloroso dengan buku ini yang aslinya berjudul The Bully, Bullied, and Bystander, from Preschool to High School—How Parents and Teachers Can Help Break The Cycle of Violence mereformulasi kesadaran terhadap kebiasaan pengasuhan, cara berteman, dan sikap terhadap anak ketika siklus penindasan akrab menjadi perilaku keseharian di rumah, sekolah, dan ruang publik atau tempat bermain. Coloroso mengklasifikasikan siklus penindasan terhadap anak menjadi tiga aktor, yakni pemeran yang menjadi : penindas, tertindas, dan penonton. Ketiga pemeran itu sejatinya dipelajari dan dimainkan anak dalam lingkungan mereka sehari-hari.

Terkadang pemahamam ketiga peran tersebut hanyalah metamorfosis perkembangan anak-anak dan diabaikan karena dianggap, ”ya, begitulah anak-anak”. Membiarkan anak memainkan peran tertentu seperti menganggap hal biasa kalau mereka berkumpul lalu muncul yel-yel, bergurau mengejek sebayanya tentang rambut, tubuh, kulit sebagai ekspresi permainan, memberi lebel tertentu pada anak atau sekelompok anak, kemudian menghukum salah satu dari mereka karena kelalaiannya dalam bermain, menurut Coloroso, disela-sela itulah realitas penindasan hadir dan menjadi begitu akrab dalam keseharian anak-anak.

Peran penindas bukan saja datang dari rekan sebaya. Guru atau orangtua bahkan menjadi pemeran penindas baru dalam mereaksi ketidaktepatan anak-anaknya dalam berperilaku. Menghukum anak untuk memberi pelajaran karena melanggar aturan dan menghukum demi sebuah disiplin merangkai siklus kelangsungan penindasan yang memerankan penindas baru dan membentuk peran lanjutan bagi anak penindas yang tertindas. Menampar bagi sang penindas dan menolong segera pada yang tertindas menurut Coloroso hanya memberi solusi tentatif dan akan memperparah keadaan (hlm. 148). Begitu juga membiarkan ejekan, pelecehan, penyingkiran, dan penelantaran menurut Coloroso masuk kategori pemeran penonton yang sepakat menoleransi pelaku penindas dan menerima tertindas sebagai korban (130).

Siklus penindasan berlapis membentuk matarantai pemeran penindas. Mata rantai penindas bertingkat-tingkat mulai dari : 1) pelaku utama aktif, 2) pengikut tetapi tidak mulai lebih dulu, 3) pendukung sebagai penindas pasif tetapi tidak berperan, 4) subyek yang menyukai penindasan tetapi tidak menunjukkan dukungan terbuka, subyek pendukung pasif yang berpotensi menindas juga, 5) penonton yang tidak peduli, biasa berkata itu bukan urusan saya.
Sementara pembela bertingkat namun jumlahnya sedikit yaitu 6) pembela yang memihak korban dan berpikir mau menolongnya tetapi dia tidak berbuat dan 7) pribadi yang betul-betul mau bertindak membela korban. Matarantai ini dirumuskan dari hasil penelitian Dr. Dan Olweus yang menegaskan bahwa teman sebaya yang melihat kejadian penindasan enggan membantu si tertindas sehingga dalam kajian tentang matarantai penindasan terhadap anak, para penontonlah yang seharusnya paling disalahkan. Hipotesis ini oleh Coloroso diperkuat dengan hasil penelitian D.J. Pepler dan W.M. Craig bahwa di sebuah lapangan bermain di sekolah telah diobservasi sebanyak 85 persen rekan sebaya terlibat peristiwa penindasan dan hanya 13 persen yang menolong si tertindas (131-134).

Buku ini memberikan stimulasi agar orangtua dan guru lebih menyadari kalau penindasan (penindas, tertindas dan penonton) akrab dan hadir di rumah dan terjadi dalam lingkungan sehari-hari. Coloroso mempunyai tujuh resep yang bisa dikembangkan orangtua dalam mengondisikan peran dan perilaku anak yang lebih konstruktif seperti, menciptakan situasi disiplin yang bebas penindasan, memberi peluang berbuat baik anak, membelajari lebih dini sikap empati, mengajari cara berteman yang baik dalam bentuk asertif, sopan, dan tenang dalam hubungan interpersonal, memantau tontonan dan mainan anak, melibatkan anak untuk kegiatan konstruktif, rekreatif/menghibur dan menggairahkan, dan membelajari anak untuk mau memiliki itikad baik pada yang lain (hlm. 202-239).

Pembacaan terhadap buku ini tentunya didasari oleh budaya Barat yang individualistis di mana rangkaian perilaku anak-anak perlu dibanding ulang dengan struktur budaya Indonesia yang bersifat kolektif sehingga kasus perilakunya juga berbeda. Namun, membaca buku ini sangat membantu guru dan orangtua lebih waspada membelajari disiplin anak-anak tanpa daurulang penindasan, dan di buku inilah pemahaman mendalam ihwal penindasan lebih detail disampaikan.

2 comments:

Anonymous said...

[B]NZBsRus.com[/B]
Skip Slow Downloads Using NZB Files You Can Swiftly Search HD Movies, Games, MP3 Albums, Applications and Download Them at Blazing Speeds

[URL=http://www.nzbsrus.com][B]NZB[/B][/URL]

Anonymous said...

You could easily be making money online in the hush-hush world of [URL=http://www.www.blackhatmoneymaker.com]blackhat cpa methods[/URL], It's not a big surprise if you don't know what blackhat is. Blackhat marketing uses little-known or little-understood ways to produce an income online.