Friday, September 17, 2010

Kota dengan Jalur Ramah Sepeda

Sepeda gunung (jawa:ongkel) dalam isu pemanasan global ditempatkan sebagai bentuk transportasi ramah lingkungan. Perspektif transportasi dengan bersepeda secara fungsional berdampak ganda, yakni menyehatkan pengendara dan ramah terhadap lingkungan bumi.

Bersepeda telah bermetamorfosis dengan budaya, gaya hidup, problematika kota modern dan terekam dalam memori tempo dulu. Jalur transportasi sepeda dalam konsep tata ruang kota modern masih terpinggirkan oleh dominasi transportasi modern, meskipun bentuk sepeda juga telah mengalami evolusi dan diadaptasi agar sesuai kebutuhan kontur jalan dan perspektif pengguna. Konsep marka jalan pada jalur lalu lintas di kota telah diperuntukkan untuk kendaraan bermesin sehingga jalur sepeda nyaris telah kehilangan bentuknya.

Kesadaran ini perlu direfleksikan menjadi masukan kebijakan tata ruang kota yang ramah terhadap jalur bersepeda sebagai upaya mengontekstualisasi sepeda dari perspektif identitas tempo dulu menjadi perspektif kebutuhan transportasi kota yang damai dan aman terhadap pencemaran. Sebagaimana Yogyakarta telah mengimplementasikan jalur lalu lintas ramah sepeda dan disambut oleh propinsi Semarang. Di lingkungan kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan sejumlah jalur kotanya, sepanjang jalan telah dibuat marka kuning yang diperuntukkan khusus bagi pengguna sepeda ongkel/gunung. Bekasi sudah menerapkan konsep tata ruang ramah sepeda, sementara DKI Jakarta meskipun sudah memasukkan menjadi agenda kebijakan pemerintah dalam Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010-2030, Fauzi Bowo belum sepenuhnya bisa menjanjikan jalur ini secepatnya kecuali pengendara sepeda mencapai lebih satu juta pengendara (bataviasie.co.id, 09/02/2010).

Jalur khusus sepeda mengisyaratkan wacana baru perlunya dibangun infrastruktur kota yang ramah terhadap jalur sepeda yang ditempatkan sejajar sebagai bagian dari dinamika transportasi kota.

Pergulatan Identitas
Dalam tata ruang kota modern, sepeda dihadapkan pada pergulatan gaya hidup modern. Memori tentang sepeda dimuseumkan menjadi perangkat tempo dulu dan terpinggirkan oleh modus transportasi modern yang sifatnya efisiensi, berunsur comfortable, dan diliputi perspektif kognitif akan nilai konsumtif. Penggunaan sepeda bukan lagi persoalan transportasi tetapi menjadi bagian dari wacana metropolitan dan dinamika gaya hidup. Kondisi ini ditandai munculnya klub-klub sepeda di kota-kota besar yang semarak secara monumental dan hidup menguat dalam bentuk perayaan.
"Pelainan mode transportasi ini telah membawa urgensi sepeda hilang sebagai bagian dari bentuk transportasi kota. Sepeda harus tersingkir karena dia menjadi tidak aman di tengah deru mesin dan asap kendaraan bermotor."
Sepeda didiferensiasi dari mode transportasi modern sebagai bentuk kendaraan yang dikonsep secara liyan yang terputus dari masa lalu ketika orang masih sangat tergantung dengan sepeda. Pelainan mode transportasi ini telah membawa urgensi sepeda hilang sebagai bagian dari bentuk transportasi kota. Sepeda harus tersingkir karena dia menjadi tidak aman di tengah deru mesin dan asap kendaraan bermotor. Pengendara sepeda memerlukan koordinasi motorik, konsentrasi, dan prediksi ayuhan kaki agar stabilitasnya terjaga. Ketika koordinasi ini terganggu, dalam konsep tata ruang dan jalur yang sebagian besar digunakan kendaraan bermesin, ia akan berhadapan dengan agresifitas kendaraan bermesin. Terserempet jatuh, tertubruk dari belakang karena kalah kecepatan, dan kerumitan ketika berhadapan dengan traffic light, atau fasilitas penyeberangan yang nyaris tidak ada dan rumit pada jalur kota yang padat bagi pengendara sepeda

Sepeda dalam konsep liyan telah dihilangkan sebagai wacana transportasi sehingga ia tidak memperoleh ruang identitas di tengah hingar bingar dan deru mesin transprotasi kota. Pengguna sepeda hanya bisa leluasa ketika hari telah libur dari jam kerja kota. Ia dialihfungsikan semata-mata sebagai gaya hidup kota dan alternatif penghilang stress setelah hari-hari kerja serta ajang ekshibisi klub-klub sepeda yang merekonstruksi identitas masa lalu dalam beragam imajinasi dan representasi. Namun dalam keseharian pada transportasi kota, sepeda telah hilang karena dilainkan dari sistem kerja transportasi bermesin yang kurang efektif dan nyaman. Pada tempo dulu, jarak tempuh 12 km masih dapat dijangkau melalui transportasi sepeda dengan durasi waktu lebih kurang 30-45 menit. Hari ini jarak tempuh ini telah diefisiensi dengan waktu kerja yang seolah tidak bisa ditoleransi sehingga daya tawar transportasi bermesin adalah jawaban yang menggeser orisinalitas sepeda sebagai alat transportasi. Dengan demikian, memori orang digeser dari konstalasi originalitas menuju fungsi efisiensi yang menggeser makna tentang sepeda.
"dalam keseharian pada transportasi kota, sepeda telah hilang karena dilainkan dari sistem kerja transportasi bermesin yang kurang efektif dan nyaman".

Jalur Ramah Sepeda
Menyinambungkan sepeda sebagai bagian dari transportasi modern memerlukan kesadaran kolektif dan kebijakan pemerintah daerah sebagai penjamin representasi ruang bersepeda untuk hadir di jalur kota modern. Komitmen ini dibangun untuk melakukan restorasi terhadap jenis-jenis transportasi kota. Riset menarik dilakukan oleh Jeniffer Hill (2009) mengenai perilaku fisik dan aktifitas menyehatkan terkait dengan kesempatan orang US dalam menggunakan infrastruktur jalan di kota-kota modern. Ketika partisipannya diberi kesempatan untuk membeli sepeda dan menggunakan pada aktifitas sehari-hari, maka mayoritas partisipan (59 persen) memakai sepeda selama 150 menit dalam seminggu. Meskipun kecil, kesempatan ini menunjukkan bahwa aktifitas sepeda menunjukkan perilaku sehat dengan ditandai meningkatnya aktifitas fisik menyehatkan melalui perjalanan menggunakan sepeda.

Merekonstruksi jalur lalu lintas dengan memberikan space kota yang ramah terhadap pengendara sepeda adalah modal kognitif untuk menstimulus pengakuan kehadiran kembali sepeda sebagai bagian dari transportasi yang ramah lingkungan, menyehatkan dan memberikan artikulasi pengakuan identitas baru tentang pemakai sepeda yang absah hadir dalam hingar bingar transportasi modern.

Jalur ramah sepeda perlu disinambungkan dengan kebijakan infrastruktur jalan-jalan kota modern. Suatu contoh penyediaan ruang parkir untuk sepeda yang aman dan nyaman di pusat-pusat perbelanjaan, perkantoran, tempat pendidikan, tempat ibadah, arena permainan, tempat hiburan, dan berbagai sudut kota yang menjadi pusat pemberhentian transportasi. Menambah rambu-rambu untuk menjamin kohesifitas pengguna jalan sehingga sepeda terintegrasi dalam kesatuan perilaku kolektif berlalu lintas. Mengintegrasikan konsep sepeda sebagai bagian dari kehadiran pada ruang publik lalu lintas kota berarti mendesain arsitektur jalur lalu lintas kota menjadi ramah terhadap sepeda.
"Mengintegrasikan konsep sepeda sebagai bagian dari kehadiran pada ruang publik lalu lintas kota berarti mendesain arsitektur jalur lalu lintas kota menjadi ramah terhadap sepeda"
Kebijakan ini mendorong pemihakan terhadap jenis transportasi sepeda dan pengendaranya sebagai strategi revolusi untuk meredefinisi tata ruang publik dan jalur lalu lintas kota agar ramah terhadap transportasi sepeda. Pilihan ini akan membangkitkan kembali kesadaran masa lalu tentang otentisitas sepeda yang terjiwai dalam setiap makna perjalanan pengendara daripada alih-alih menempatkan sepeda sebatas model perayaan di hari libur dan kegiatan kampanye yang temporer.

2 comments:

www.komunitascatatancerdas.blogspot.com said...

Sepeda memang alat transportasi yg bersahaja & ramah lingkungan. & yg paling pnting, sepeda ontel akn mmpu mengurangi kasus kecelakaan yg selama lebaran ini mencapai skitar 278 korban jiwa. namun, ontel tak lagi dibutuhkan olh sebagian bsr masyarakat krn sifat manusiawi, menyukai sesuatu yg instan& hemat tenaga. sudah mnjd hal yang tidak tabu saat di desa-desa dg perekonomian tingkat menengah kebawah terdpt sepeda motor pd masing2 rmhny daripada speda ontel. byk yg rela mengkredit demi mendptkan sepeda drpd membeli ontel dg uang Chas.jd,dlm pemberdyaan masyarakat jg punya andil, krn masyrakt sbg pasar yg menentukn penyebaran kuantitas jenis alat transportasi yg akan memadati jln2 raya..

mahpur said...

Menurut salah satu pegawai lising, satu kantor cabang telah melayani proses pengkreditan sepeda motor dalam satu bulan sekitar 1500 sepeda di beli oleh masyarakat sekitar malang. Dia mengatakan, kalau di jawa timur ada 50 Cabang, brarti ada berapa sepeda motor yang dibeli.

Menurut sumber seorang polisi yang bekerja di SAMSAT Jombang, Kantor kepolisian dalam sebulan mengeluarkan 2000an surat tanda kendaraan bermotor..