Sunday, September 18, 2011

Permainan Tradisional dan Perkembangan Jiwa Sosial Anak

Metanarasi.com -- Kematangan jiwa sosial anak dapat diukur dari intensitas anak bergaul dengan teman sebayanya. Kematangan jiwa sosial adalah matarantai perkembangan yang mementingkan kualitas hubungan sebaya. Anak-anak yang tumbuh dalam hubungan sosial sebaya yang semakin matang, mereka akan belajar menghargai orang lain, melatih diri mampu berbagi dan mampu mengitegrasikan pribadinya ke dalam kesadaran etik kelompok. Pribadi anak yang mampu berkembang seperti ini menandai bahwa mereka sehat secara mentalnya.


Salah satu instrumen membentuk kematangan jiwa sosial anak ini antara lain ada pada praktik-praktik permainan tradisional karena hampir permainan tradisional yang ada di berbagai wilayah, sebagian besar dimainkan secara berkelompok.

 Suatu contoh yang diambil di sini adalah gedrik atau sebagian daerah menyebut engklek, engkle. Permainan ini dilakukan secara berkelompok oleh sejumlah anak. Dalam praktiknya, gedrik mengandung stereotipe gender. Permainan gedrik biasanya identik dimainkan oleh perempuan di kampung-kampung. Namun demikian pada pergeserannya permainan tradisional dapat dipraktikkan lintas gender dan dalam pengamatan saya, stereotipe tersebut dapat dinegasikan karena pada praktiknya anak-anak laki-laki dan perempuan tidak mendapati stereotipe tersebut ketika sedang memainkan gedrik. Artinya stimulasi permainan tradisional gedrik ini telah menjadi instrumen bagi perkembangan komunikasi gender pada anak-anak sehingga anak-anak juga terlatih menjalin komunikasi antarjenis kelamin.

Stimulasi Setara Gender
Stimulasi permainan gedrik dengan melibatkan hubungan antarjenis kelamin membelajari anak-anak sejak dini bagaimana melatih kematangan seksual. Mengapa demikian ? Hubungan dalam permainan gedrik didasari oleh semangat kompetitif yang disertai dengan nilai suportifitas dan kreatifitas sehingga dasar hubungan tersebut tidak semata-mata terfokus pada bentuk-bentuk hubungan seksis. Antara anak laki-laki dan perempuan mencoba memainkan peran yang berbeda-beda. Peran mereka tidak dilandasi oleh semangat seksis seperti alasan daya tarik, tetapi hubungan mereka dikoordinasi dengan semangat bertanding. Mereka merencanakan aturan main secara bersama-sama, berbagi peran secara setara, membuat kaidah suportifitas yang diberlakukan juga dengan kesetaraan. Realitas ini sangat bermanfaat untuk membentuk nilai-nilai kesetaraan gender dan menghapus bias stereotipe yang melekat pada peran- gender di anak-anak.

Permainan tradisional memberikan banyak manfaat pada perkembangan jiwa sosial anak-anak. Anak-anak berkembang dalam budaya positif dan melatih sosialisasi anak dengan nilai-nilai yang positif pula. Dengan permainan tradisional, anak-anak distimulasi untuk memaksimalkan fungsi-fungsi kognitif, kepribadian, dan nilai-nilai sosial dalam berteman.

Stimulasi Kognitif dan Asah Nalar
Pada ranah kognitif, anak-anak bergerak secara interaktif dalam mengapresiasi pikiran mereka mulai dari merencanakan permainan, mendesain permainan, menyediakan alat-alat bermainnya, merumuskan aturan permainan dan melakukan kontrol terhadap seluruh proses permainan. Proses ini melibatkan daya bernalar, pemahaman terhadap aturan-aturan yang disepakati dan berpikir agar masing-masing anak bermain secara benar, tepat, dan menjadi sang juara.

Di sini anak-anak diasah nalarnya, didorong agar fungsi berpikir berjalan berdasarkan stimulasi atas obyek-obyek bermain. Mereka melatih diri secara independen membangun imajinasi dan proyeksi, yakni membangun persepsi diri untuk membangun eksistensi diri anak-anak. Lihat saja pada permainan gedrik. Sebelum bermain, mereka harus membuat garis-garis yang membentuk petak-petak kubus. Rangkaian gambar ini tentu melibatkan proses kognitif yang luar biasa. Persis seperti mereka sedang belajar berpikir matematis dan geometris. Mereka bekerjasama membuat desain gambar.

Anak-anak juga berlatih membuat prediksi. Pada saat mereka melempar barang ke kotak-kotak tertentu, mereka berusaha menggunakan prediksi (nalar) dan koordinasi motoriknya agar lemparannya tepat berada di dalam kotak. Jika lemparannya tidak akurat dan penuh ambisi, jelas anak ini tidak akan mampu menempatkan barang tersebut pada kotak tujuan, dan dia akan gagal.

Disinilah fungsi kognitif anak menjadi semakin terlatih dan diasah secara independen. Permainan tradisional pada dasarnya juga menstimulasi proses berpikir anak. Hal ini adalah khazanah yang perlu diperkaya dan dapat dijadikan sebagai bagian dari proses mendorong tumbuh kembang anak.
Anak menjadi Matang Sosial dan Sehat Mental

Hampir jenis permainan tradisional anak-anak dilakukan dengan melibatkan banyak anggota. Tidak hanya gedrik, tetapi coba lihat permainan tradisional semprengan ini (gambar 2). Permainan ini membutuhkan kerjasama dan kohesi sosial. Peran seorang anak harus saling dikoordinasikan agar permainannya dapat berjalan dengan baik dan menggembirakan. Artinya, anak-anak sudah terlatih membangun koordinasi, berbagi peran dan bertanggungjawab atas peran yang dimainkan. Setiap diri harus menjaga tim agar dapat bermain dengan maksimal. Melalui sarana berbagi dan bekerjasama inilah mereka mendapatkan eksistensi kegembiraan, melepaskan emosi-emosi negatif dan menggelorakan ekspresi kegemberiaan kolektif. Melalui tertawa bersama anak-anak distimulasi untuk menjadi pribadi-pribadi yang sehat secara mental. Melalui pertukaran hubungan dalam berbagai peran yang berbeda, anak-anak terlatih untuk matang secara sosial. Jiwa sosial mereka bertumbuh secara menyehatkan. Tidak mengintimidasi dan tidak mengancam.
Justru sebaliknya mereka dilatih suportif, bersama dengan temannya berusaha untuk mengukur dirinya berdasarkan kepentingan orang lain. Dari sini saya kira jiwa anak diisi oleh energi sosial yang positif sehingga dapat menurunkan energi negatif seperti agresifitas, menghindari anak-anak agar tidak terbiasa mengeksploitasi, tidak bener sak karepe dewe, latihan membangun nilai sosial secara kolektif dan berbagai kegiatan hubungan sosial yang progresif dan terus berkembang. Jika permainan tradisional ini terus direplikasi niscaya anak-anak akan belajar secara independen menjadi anak yang memiliki kecerdasan sosial sehingga melatih anak menjadi pribadi yang tidak individualis. Permainan tradisional menstimulasi pengalaman hidup anak agar mereka tetap tumbuh sebagai anak yang sehat mentalnya, bukan anak-anak yang kuper dan minder bahkan phobia sosial.

Banyak kiranya permainan tradisional yang menjadi eksperimentasi anak-anak menjalin dunianya. Bagaimanapun anak-anak tidak ingin terkurung dalam rumah dan didoktrin oleh televisi, komputer dan perangkat-perangkat teknologi modern yang mendikte individualitas dan kepuasan diri (narsis). Permainan tradisional adalah medium yang menghidupi jiwa kolektif yang sudah semestinya tetap perlu hidup pada kebudayaan kita yang berciri kolektifisme.

Sebagai orang tua, apakah anda masih peduli untuk menghidupi anak-anak kita dengan ragam permainan tradisional, atau sudah tidak ada waktu lagi bagi kita untuk meluangkan waktu mengapresiasi permainan tradisional sebagai bagian dari menyediakan pilihan permainan yang menyehatkan ? Tentu ini perlu kepedulian dan perhatian bersama.

No comments: