Thursday, May 03, 2012

Modernisasi Transportasi Publik, Belajar dari Negara Tetangga

Metanarasi. Selama dua hari (16-17/02) di Kuala Lumpur (KL) dan tiga hari di Singapura (18-20/02) saya mengamati realitas dan mode transportasi publik yang dikembangkan kedua pemerintah ini. Mengapa catatan ini demikian penting disampaikn di sini? Alasan pertama, saya merasa memperoleh kemudahan dengan menggunakan jasa transportasi. Sejak awal kedatangan di kota ini saya dan rombongan menggunakan transportasi bis dan kereta api monoril atau dikenal dengan sebutan MRT (Mass Rapid Transit). Saya merasa mudah bepergian dari satu tempat ke tempat lain meskipun berganti dua jenis transportasi baik dari bis ke kereta api atau sebaliknya.

Kedua, ada sedikit rasa aman semisal tidak berdesakan ketika hendak masuk pintu karena meskipun penumpangnya banyak, orang-orang terbiasa antre sehingga peluang atau resiko kecopetan menjadi minimal. Pun di saat jam padat, tidak terlihat ada gelagat dorong mendorong satu dengan yang lainnya.


Ketiga, tidak terjadi armada yang berebut penumpang karena waktu mereka bergerak secara pasti dan tidak berusaha saling mendahului antara bus yang satu dengan yang lainnya. Awak bus juga tidak berusaha mendahului ataupun ugal-ugalan sehingga menyebabkan kecelakaan pada penumpang.

Keempat, Awak armada nyaris terbatas. Hanya bis tertentu saja yang memiliki petugas seperti kondektur. Sementara untuk monoril yang mengutamakan sistem self service memperlihatkan penumpang terkondisi secara tertib dan disiplin. Meskipun demikian para penumpang memperoleh pelayanan yang efisien dan nyaman. Monoril ini berjalan secara otomatis dalam sistem dan kendali komputer sehingga tidak ada awak kereta di dalamnya. Jika kita pendatang baru maka kita terlebih dahulu harus mengetahui cara-cara menggunakan transportasi tersebut. Mulai dari membeli tiket sampai keluar dari stasiun, kita hanya dilayani menggunakan sistem komputer.

Tidak berlebihan memang bagi anda yang sering bepergian seperti di Malaysia atau Singapura. Sistem transportasi publik mencerminkan tumbuhnya keteraturan dan disiplin serta mampu mengatur irama mobilisasi massa dari hulu ke hilir atau sebaliknya.

Mode transportasi di sini sudah termodernisasi dan para penumpang berperilaku tertib, mampu berdisiplin meskipun tidak ada polisi atau petugas. Petugas hanya ada di stasiun MRT (Mass Rapid Transit), tetapi petugas tersebut dapat dihitung jari. Petugas disiapkan jika ada calon penumpang yang membutuhkan pelayanan langsung seperti membeli tiket atau jika ada masalah calon penumpang. Tetapi selama saya berputar-putar sepanjang hari, saya hanya secara kasat mata menjumpai petugas stasiun di KL Sentral, sementara di stasiun yang lain saya dan rombongan nyaris tidak begitu banyak bertemu petugas.

Maklum pelayanan tiket monoril menggunakan sistem automatis melalui mesin komputer sejenis ATM atau disebut General Ticketing Machine. Ada dua pilihan tiket. Satu pilihan anda dapat membeli tiket sekali bayar. Sebelum masuk kereta, tersedia mesin ATM untuk membeli tiket. Anda dapat memilih rute perjalanan dengan komputer touchscreen sesuai tujuan anda. Di layar akan muncul harga tiket anda. Pilih apakah hanya satu orang atau lebih dan akan tertera nominal uang yang anda harus bayar. Silahkan kemudian anda memasukkan uang. Bisa uang kertas atau koin. Jika ada kelebihan bayar, mesin secara otomatis akan memberikan uang kembali. Setelah transaksi selesai, mesin akan mengeluarkan tiket seperti kepingan koin permainan karambol. Alat ini semacam chip yang digunakan untuk membuka pintu masuk stasiun menuju pintu kereta. Satu orang harus memegang satu chip koin sebagai kunci pembuka pintu masuk dan keluar meninggalkan stasiun.

Kalau di Singapura, tidak menggunakan koin dari plastik. Di kota ini pembayaran dapat dilakukan pra-bayar dengan voucher. Ada voucher yang dapat digunakan sehari seharga SGD 2, sementara untuk yang berlaku lima tahun merupakan kartu refund (voucher isi ulang). Sedangkan untuk transportasi bus ada beberapa alternatif bayar. Ada yang berlangganan menggunakan voucher, bayar langsung sebelum duduk yang dilayani sopir dan sebagian kecil dilayani kondektur.

Penggunaan transportasi publik di sini lebih cenderung bersifat self service dan terlihat semakin efisien kecuali bus. Untuk bus sebagian ada yang nenggunakan voucher dan sebagian yang lain menggunakan menggunakan mesin pembayar yang langsung dibayar didekat sopir serta ada yang menggunakan jasa kondektur.

Pada mode MRT, jadwal kereta terbagi dalam hitungan menit sehingga tidak perlu khawatir terlambat karena semua terkendali secara akurat dan dalam kendali sistem komputer. Jika tertinggal kereta, atau menunggu, berdasarkan pengalaman, saya dan rombongan paling lama menunggu 5 menitan.


Kita juga perlu menaati aturan. Jika sudah memasuki stasiun, calon penumpang dilarang makan di dalam stasiun atau di kereta. Aturan ini mengikat ke semua penumpang. Ada pengalaman menarik, saking belum terbiasanya kami harus waspada melihat rambu-rambu peringatan, sehingga mau duduk lesehan pun kami tidak berani. Jangan-jangan kami nanti didenda. Sempat juga kami ketakutan karena ditegur petugas, kami bingung bukan kepalang, padahal kami merasa tidak bersalah. Eh, ternyata kami ditegur karena makan roti. Memang kami juga melihat di semua stasiun jalur MRT, khususnya untuk Singapura, di beberapa sudut dinding ada rambu larangan makan/minum, merokok dan jika melakukan itu dikenakan denda berkisar $ 500 ke atas. Luput, kami bebas didenda. Oleh karena itu stasiun dan kondisi di kereta nyaman dan bersih.

MRT dan transportasi publik lain seperti bus juga menyediakan layanan khusus untuk difable, lansia dan perempuan hamil. Di Malaysia dikenal dengan priority seating zone. Hal ini menunjukkan jika hak-hak orang yang berkebutuhan khusus memperoleh perhatian pada transportasi publik. Orang-orang sangat tergantung dengan transportasi publik. Dengan transportasi publik di dua negara ini orang mudah bergerak tanpa terjebak kemacetan dan menjadi pilihan tunggal transportasi yang tepat waktu. Saya dan rombongan pun tak perlu khawatir bau asap dan keringat menempel di baju atau rambut kita menjadi kumal. Tidak pula perlu berebut masuk, karena para penumpang sudah terbiasa antri.

Kapan Indonesia mampu memodernisasi infrastruktur transportasi publik yang aman dan nyaman? Semoga rencana pembangunan MRT di Jakarta, terlepas dari problematika yang ada, mampu merubah bentuk-bentuk pelayanan pada transportasi publik di Indonesia yang belum menemukan bentuknya yang pasti.

No comments: