Saturday, July 21, 2012

Hikmah 1 : Memahami Perbedaan dan Memperbaiki Diri

Pada Jumat ini (20/07/2012), saya dan keluarga ibda’ terhadap keputusan pemerintah, dalam menetapkan pilihan berpuasa, yang ditetapkan mulai besuk Sabtu berdasarkan metode penetapan awal Ramadhan dengan rukyah al-hilal.
Adzan isya’pun terdengar sayup-sayup. Sebagaimana muslim lainnya, saya dan keluarga menuju masjid Al-Muhajirin RW 8 Perumahan Joyo Grand Merjosari Malang untuk menunaikan ibadah sunnah ramadhan, yakni shalat tarawih. Puji-pujian dilantunkan bersama jamaah masjid sambil menunggu iqomah shalat isya’. Tidak berselang kemudian, kumandang iqomah, jamaah Masjid Al-Muhajirin memulai shalat isya’. Pada jamaah kali ini, yang didaku sebagai imam shalat isya’ dan tarawih adalah Ust. Zainal, alumni dari Pesantren Gading Asri Malang.
Seusai shalat isya, bedirilah takmir masjid AL-Muhajirin untuk opening tarawih perdana. Takmir menyampaikan kegembiraan memasuki ramadhan. Sederetan pengumuman disampaikan. “Perlu diketahui, shalat tarawih di sini dilaksanakan dengan 8 rakaat, 4 kali salam dan tiga kali witir. Bagi yang shalat tarawih 20 dapat dilanjutkan. Kami memberi kelonggaran terhadap jamaah bagi yang berkeinginan tarawih 20 rekaat”. Saya mengira akan bergantian jamaahnya, pertama delapan rakaat dan dilanjutkan 20 rakaat. Syahdan, ternyata yang 20 rekaat dilanjutkan sendiri di rumah masing-masing, alias di masjid hanya dituntaskan delapan rekaat dan tiga rakaat shalat witir.
Setelah shalat isya’, wiridan dipandu oleh Ust. Zainal hingga selesai dengan doa. Setelah itu, Ust. Zainal selaku imam berdiri dan mengisi KULSUM (kuliah sepuluh menit). Ust Zainal pun menyinggung soal perbedaan awal puasa. “Nggih, niki terus terang, kulo sak jane ngoten sampun siyam dek wingi. Keranten kulo niki santrine Pesantren Gading, nggih tumut kaliyan kyainipun. Pesantren Gading menggunakan hisab untuk menentukan awal ramadhan, jadi saya pun akhirnya ikut”, jelasnya di atas mimbar.
“Perbedaan itu tidak perlu diperdebatkan karena tidak ada yang salah. Yang salah itu yang berdebat terus tetapi justru tidak puasa”, begitu ust Zainal menegaskan agar jamaah tidak risau mengenai perbedaan ini. Karena menurut dia Islam itu tidak perlu saling diperdebatkan perbedaan-perbedaan yang ada.
Dia kemudian mengumpamakan dakwah Wali Songo. Tentang brokohi tingkepan rujak gobet pada orang yang sedang hamil. Rujak gobet isinya aneka buah-buahan, seperti kedondong, mentimun, bengkoang dan rupa-rupa buah lain. Tradisi ini sebenarnya dapat diurai secara filosofis dari kearifan lokal jawa.
Di rujak gobet misalnya ada buah kedondong. Perumpamaan buah kedondong menyiratkan kondisi manusia yang meskipun di permukaan terlihat baik tetapi didalamnya penuh keruwetan. Begitu juga mentimun, menggambarkan kondisi manusia yang mudah lemas, lelah dan melempem. Setiap buah mengandung fisolosifnya masing-masing. “Cara-cara seperti ini tidak harus dipertentangkan. Biarlah itu menjadi khazanah masyarakat, asalkan tidak dihukumi wajib atau haram”, tegas Ust. Zainal yang berdiri di atas mimbar KULSUM. Dia juga mencontohkan megengan yang disimbolkan dengan pembuatan kue APEM. Ust. Zainal juga menggambarkan kalau APEM itu dapat diejawantahkan dari kata-kata ‘afwan, permohonan maaf. Oleh karena itu, Wali Songo tidak melarang atau tidak juga menganjurkan tetapi menghargai bahwa itu sebagai bagian dari metamorfosis kearifan jawa yang dapat dimaknai secara agama.
Pesan moral lain dari Ust. Zainal adalah menghentikan kegiatan bergunjing (ghibah) atau sering disebut orang Jawa dengan rasan-rasan. “Biasane sing rasan-rasan kui wong wedok nggih bu, nanging wong lanang saiki yo ra ketinggalan”, begitu Ust. Zainal mencoba berdialog dengan jamaah yang disambut tawa oleh hadirin jamaah tarawih.
Sekarang, ramadhan tiba, maka rasan-rasane, sampun ilang keranten sampung dipun ganti kalihan ngaji. Begitu Ust. Zainal menutup ceramahnya sambil menyanyikan syair bernada salawat yang isinya bahwa rasan-rasan, bergunjing (ghibah) sudah hilang di ramadhan, baik bapak dan ibu, karena sudah digantikan dengan mengaji al-Quran. Di sinilah ramadhan menjadi kawah candradimuka memperbaiki diri. Sayang, syair Ust. Zainal tidak berhasil saya rekam karena saya tidak membawa alat perekam.

No comments: