Pada Jumat ini (20/07/2012), saya dan keluarga ibda’
terhadap keputusan pemerintah, dalam menetapkan pilihan berpuasa, yang
ditetapkan mulai besuk Sabtu berdasarkan metode penetapan awal Ramadhan dengan rukyah
al-hilal.
Adzan isya’pun terdengar sayup-sayup. Sebagaimana muslim
lainnya, saya dan keluarga menuju masjid Al-Muhajirin RW 8 Perumahan Joyo Grand
Merjosari Malang untuk menunaikan ibadah sunnah ramadhan, yakni shalat tarawih.
Puji-pujian dilantunkan bersama jamaah masjid sambil menunggu iqomah shalat
isya’. Tidak berselang kemudian, kumandang iqomah, jamaah Masjid
Al-Muhajirin memulai shalat isya’. Pada jamaah kali ini, yang didaku sebagai
imam shalat isya’ dan tarawih adalah Ust. Zainal, alumni dari Pesantren Gading
Asri Malang.
Seusai shalat isya, bedirilah takmir masjid AL-Muhajirin
untuk opening tarawih perdana. Takmir menyampaikan kegembiraan memasuki
ramadhan. Sederetan pengumuman disampaikan. “Perlu diketahui, shalat tarawih di
sini dilaksanakan dengan 8 rakaat, 4 kali salam dan tiga kali witir. Bagi yang
shalat tarawih 20 dapat dilanjutkan. Kami memberi kelonggaran terhadap jamaah
bagi yang berkeinginan tarawih 20 rekaat”. Saya mengira akan bergantian
jamaahnya, pertama delapan rakaat dan dilanjutkan 20 rakaat. Syahdan, ternyata
yang 20 rekaat dilanjutkan sendiri di rumah masing-masing, alias di masjid
hanya dituntaskan delapan rekaat dan tiga rakaat shalat witir.
Setelah shalat isya’, wiridan dipandu oleh Ust. Zainal
hingga selesai dengan doa. Setelah itu, Ust. Zainal selaku imam berdiri dan
mengisi KULSUM (kuliah sepuluh menit). Ust Zainal pun menyinggung soal
perbedaan awal puasa. “Nggih, niki terus terang, kulo sak jane ngoten sampun
siyam dek wingi. Keranten kulo niki santrine Pesantren Gading, nggih tumut
kaliyan kyainipun. Pesantren Gading menggunakan hisab untuk menentukan awal
ramadhan, jadi saya pun akhirnya ikut”, jelasnya di atas mimbar.
“Perbedaan itu tidak perlu diperdebatkan karena tidak
ada yang salah. Yang salah itu yang berdebat terus tetapi justru tidak puasa”,
begitu ust Zainal menegaskan agar jamaah tidak risau mengenai perbedaan ini.
Karena menurut dia Islam itu tidak perlu saling diperdebatkan perbedaan-perbedaan
yang ada.
Dia kemudian mengumpamakan dakwah Wali Songo. Tentang brokohi
tingkepan rujak gobet pada orang yang sedang hamil. Rujak gobet isinya
aneka buah-buahan, seperti kedondong, mentimun, bengkoang dan rupa-rupa buah
lain. Tradisi ini sebenarnya dapat diurai secara filosofis dari kearifan lokal
jawa.
Di rujak gobet misalnya ada buah kedondong. Perumpamaan
buah kedondong menyiratkan kondisi manusia yang meskipun di permukaan terlihat
baik tetapi didalamnya penuh keruwetan. Begitu juga mentimun, menggambarkan
kondisi manusia yang mudah lemas, lelah dan melempem. Setiap buah mengandung
fisolosifnya masing-masing. “Cara-cara seperti ini tidak harus dipertentangkan.
Biarlah itu menjadi khazanah masyarakat, asalkan tidak dihukumi wajib atau
haram”, tegas Ust. Zainal yang berdiri di atas mimbar KULSUM. Dia juga
mencontohkan megengan yang disimbolkan dengan pembuatan kue APEM. Ust.
Zainal juga menggambarkan kalau APEM itu dapat diejawantahkan dari kata-kata ‘afwan,
permohonan maaf. Oleh karena itu, Wali Songo tidak melarang atau tidak juga
menganjurkan tetapi menghargai bahwa itu sebagai bagian dari metamorfosis
kearifan jawa yang dapat dimaknai secara agama.
Pesan moral lain dari Ust. Zainal adalah menghentikan
kegiatan bergunjing (ghibah) atau sering disebut orang Jawa dengan rasan-rasan.
“Biasane sing rasan-rasan kui wong wedok nggih bu, nanging wong lanang
saiki yo ra ketinggalan”, begitu Ust. Zainal mencoba berdialog dengan jamaah
yang disambut tawa oleh hadirin jamaah tarawih.
Sekarang, ramadhan
tiba, maka rasan-rasane, sampun ilang keranten sampung dipun ganti
kalihan ngaji. Begitu Ust. Zainal menutup ceramahnya sambil menyanyikan syair
bernada salawat yang isinya bahwa rasan-rasan, bergunjing (ghibah) sudah
hilang di ramadhan, baik bapak dan ibu, karena sudah digantikan dengan mengaji
al-Quran. Di sinilah ramadhan menjadi kawah candradimuka memperbaiki diri. Sayang,
syair Ust. Zainal tidak berhasil saya rekam karena saya tidak membawa alat
perekam.
No comments:
Post a Comment