Sebagian
orang tua memiliki sikap berbeda-beda, ada yang permisif, yakni langsung
membelikan handphone pribadi dan membiarkan
anak memiliki akun facebook untuk anak-anak usia 8 tahun. Ada yang autoritatif,
yakni mengendalikan keinginan anak dan membatasi akses mereka atau dengan
syarat-syarat tertentu yang dapat dijadikan sebagai fungsi kontrol agar anak
tidak terjerumus pada adiksi teknologi sehingga berdampak tidak sehat pada
anak. Keragaman sikap orang tua menunjukkan cara pengasuhan yang berbeda-beda.
Bagi kami, menunda keinginan tidak membelikan handphone dan menunda untuk
sementara waktu tidak membuat akun facebook adalah cara kami untuk mencari cara
yang tepat dan aman (sehat) menggunakan teknologi bagi anak-anak usia sekolah
dasar. Bagaimana dengan anda ?
Siluman pornografi sewaktu-waktu menyerang
Namun,
perlu kiranya di sini kami ingin sampaikan bahwa dalam sejumlah pengalaman anak
dalam surfing (berselancar) dan berkomunikasi dengan teman sebayanya, khususnya
menggunakan SMS dengan menggunakan seluler kami (orang tua), kami menemukan
titik kritis (bahaya) yang nylonong adanya
konten pornografi atau gambar-gambar erotis dan sensual pada teknologi yang
digunakan anak-anak kami. Konten pornografi atau erotis bisa saja masuk tanpa
kita ketahui. Ia sewaktu-waktu menembus akses anak-anak kita. Kecolongan.
Mafhum
dan kerap kita jumpai dalam perkembangan teknologi, utamanya seluler dan
internet, pemilik provider seluler dan penyedia layanan situs online internet
menyeliakan konten beraroma seksualitas untuk mengundang daya tarik pelanggan agar
laman mereka dihampiri oleh pembaca dan konsumen. Semakin tinggi rating
pengunjung pada laman dimaksud, penyedia provider akan diuntungkan. Semakin
bertambah jumlah pengunjung maka dari situ akan meningkatkan interes iklan. Kalau
tidak demikian, intensitas kita berselancar di laman atau providernya, memori
konsumen semakin melekat dan dari segi branding, penyedia laman akan juga
diuntungkan. Oleh karena itu daya pikat dilakukan oleh penyedia layanan dengan
berbagai cara, salah satunya memasang konten menyerempet berita atau
gambar-gambar beraroma seksualitas.
Coba
lihat yahoo, secara acak, penyedia layanan ini dapat anda jumpai beberapa
konten berita bercitarasa seks. Tidak hanya itu, saya juga menemui penyedia
provider seluler menyebar konten promo dengan disertai bumbu seks, seperti promo
meminta mengunjungi tautan tertentu atau berlangganan, maka konsumen akan
mendapat reward foto-foto seksi. Memang, di Indonesia url yang mengarah ke
pornografi diblokir, tetapi tidak otomatis hilang konten tersebut.
Berdasarkan
kecenderungan itu, saya mengimbau kepada orang tua untuk lebih peduli mengawasi
aktifitas anak ketika mereka berinteraksi dengan internet dan telepon seluler.
Saya punya pengalaman, anak saya menerima konten pesan untuk promo produk
provider seluler yang isinya ada layanan gratis berupa akses foto seksi jika konsumen
melakukan aktifasi layanan tertentu. Pesan ini dikirim lewat SMS dari teman
anak saya sekolah (kelas dua SD) ke seluler ibunya. Kebetulan seluler ini kami
berikan sebagian hak penggunaannya pada anak kami sebagai kompensasi karena dia
sempat merenget minta dibelikan handphone.
Pengalaman
lain, ketika anak mencoba-coba membuat akun FB, dia berusaha membuka yahoo.com
untuk aktifasi email. Usaha membuat email tersebut gagal, dan kami tetap
mengawasi mereka. Suatu kejadian mengejutkan saya, ketika anak mencoba membuat
(sign up) email, di header laman tersebut muncul gambar video porno (sexual intercourse) dalam bentuk gerakan
flash. Flash tersebut tidak begitu jelas kalau diamati tanpa focus karena
ukurannya kecil sekali, tetapi ketika kita focus ke flash tersebut, kontennya
menunjukkan hubungan intim yang terlihat naik turun dengan gerak zina dan
gambar kelaminnya sangat jelas. Untungnya kegiatan anak kami saya awasi dari
dekat sehingga saya langsung meng-close dan sedikit memarahi anak saya karena
saya sendiri shock melihat kejadian
tersebut.
Memang, akhir-akhir ini saya dan istri dihadapkan pada permintaan anak-anak untuk dibuatkan akun facebook. Selain itu, permintaan untuk memiliki telepon seluler sendiri pada dua anak saya kerap juga muncul. Anak saya, yang satu kelas 5 SD dan 2 SD, cewek dan cowok. Permintaan itu tidak serta merta kami turuti. Mengenai permintaan memiliki seluler, kami berhasil mengolor-olornya dan mengalihkan hasrat kepemilikan itu ke bentuk sub-ordinat kepemilikan alat komunikasi. Termasuk penggunaan FB. Maksud kepemilikan subordinat ini yaitu memberikan sebagian hak kepemilikan perangkat tersebut untuk anak.
Misalnya
begini, anak kami beri hak menggunakan seluler untuk komunikasi timbal-balik
dengan teman-teman mereka. Namun kepemilikan masih ada di kami sebagai orang
tua. Begitu juga dengan FB, kami akhirnya meng-add teman-teman anak-anak kami
yang memang sudah banyak memiliki akun FB. Anak saya kemudian menggunakannya
untuk berinteraksi dengan temannya. Cara ini efektif mengontrol jalur
komunikasi dan konten komunikasi anak. Kami berprinsip selama anak masih bisa
dicegah, penundaan kepemilikan akun FB dan seluler masih menjadi prioritas. Anak
pun dapat mengetahui FB atau menggunakan seluler sehingga dia setidaknya punya
pengetahuan berimbang dengan teman-temannya. Pengetahuan ini memberikan
penguatan agar dia tidak buta tentang teknologi tersebut dan bisa mengimbangi
ketika anak-anak sedang menjalin pertemanan dengan sebayanya.
Sehat Berteknologi untuk Anak
Sebagai
orang tua, apa yang seharusnya dilakukan ketika anak-anak mulai mengenal
teknologi dan berinteraksi dengan basis cybernetic seperti keinginan membuat
akun facebook sementara umur mereka belum cukup mandiri untuk menyaring
informasi secara kapabel se-usia mereka.
Berikut
ini beberapa pikiran yang sebagian merupakan cara kami mengendalikan dan
mengawasi anak-anak kami berinteraksi dengan teknologi.
Pertama,
menunda keinginan anak memiliki perangkat teknologi, tetapi tetap mengenalkan
kepada mereka teknologi. Pilihan ini tantangan sulit ketika teman-temannya
diberi kebebasan oleh orang tua untuk memiliki teknologi tersebut, seperti
kepemilikan telepon seluler dan laman facebook. Teknisnya, anak bisa
menggunakan SMS, telepon dan komunikasi melalui facebook/chatting melalui alat
dan media yang dimiliki orang tua. Cara ini tidak membatasi melek teknologi
anak tetapi orang tua tetap bisa mengawasinya. Orang tua memiliki kendali
terhadap perputaran komunikasi selama anak menggunakan fasilitas tersebut.
Kedua, jika tidak bisa
ditunda, untuk kepemilikan facebook, lebih baik orang tua yang membuatkan
akunnya daripada anak dibuatkan temannya sehingga orang tua bisa memantau
karena password akun anak juga diketahui oleh orang tua. Periksalah akunnya
setiap hari atau tergantung aktifitas akses anak. Tetapi saya menyarankan agar
anak tidak memiliki akun facebook, terutama usia anak-anak SD karena masih
belum terlalu dibutuhkan bagi anak usia ini. Jika kami sudah tidak bisa
membendung keinginan anak-anak kami, cara ini akan kami pilih agar anak
terpantau aktifitas onlinenya.
Ketiga, untuk
mengalihkan agar tidak kecanduan facebook yang tidak begitu berguna untuk usia
SD, kenalkan anak untuk googleing saja. Fasilitas ini lebih bermanfaat,
misalnya untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan anda bisa mengajak
surfing anak anda mencari latihan soal-soal harian. Fasilitas ini juga dapat
membantu PR anak yang tidak bisa memahami tema-tema tertentu. Kegiatan ini
ibarat anak diajak latihan penelitian sederhana. Orang tua pun dapat belajar
dari surfing tersebut. Di sini orang tua tetap perlu mendampingi anak-anak
ketika surfing di google. Saya tidak begitu menyarankan kepemilikan FB karena
usia SD belum bisa diterima registrasi untuk memiliki akun email. Di google
saja, kepemilikan email usia SD tidak diizinkan, kecuali mengonfirmasi
menggunakan fasilitas filter untuk email anak-anak agar anak dapat dilindungi
dari ancaman konten dewasa.
Keempat, hindarkan
anak mengakses laman yahoo. Laman ini rawan untuk anak-anak karena
berita-berita dewasa, dan seks kerap menjadi headline dan mudah diakses. Di
laman facebook kadang juga demikian. Coba lihat di laman fanpage kita, promo
melanggan seorang pemilik akun yang bisaanya memiliki gambar-gambar seksi dan
belum layak untuk anak-anak erotik dan tips seks. Oleh karena itu, saya sependapat
jika di SD anak-anak diimbau untuk tidak dulu memiliki akun facebook, jika
memang terpaksa, alternatif kedua dapat diterapkan. Pilihan yang paling baik,
jika tidak bisa dihindari, pantaulah atau dampingi setiap kali anak melakukan
surfing dari jauh dengan mengintip- sesekali waktu di saat anak asik surfing.
Kelima, selain
googleing di atas, anak lebih baik dikenalkan blog, laman-laman edukatif yang
menginspirasi anak untuk memperkaya pengalaman, menaungi kreatifitas mereka dan
mengembangkan bakat anak, seperti menggambar, menulis, atau mencari pengetahuan
untuk memperluas pelajaran di sekolah. Googleing lebih dianjurkan daripada
yahoo.com. Meskipun begitu, googleing tidak berarti seaman yahoo. Yahoo di
laman awal, mereka langsung ditampilkan berita, sementara google tidak.
Kerawanan google terletak di teknik surfingnya karena desain kata kuncinya
sensitive. Contoh, ketika kita mau mencari kata kunci tertentu, seperti kata
“senandung”, google akan sensitive menampilkan kata pilihan untuk diklik. Bisa
saja pilih yang diberikan google sebagian mengarah ke pilihan kata kunci seks.
Ketika terklik secara tidak sengaja, jelas gambar-gambar atau informasi terkait
dengan seks akan muncul. Oleh karena itu orang tua tetap perlu mendampingi atau
mengawasi surfing anak-anak.
Keenam, orang
tua dihimbau untuk juga melek teknologi agar mampu beradaptasi dengan berbagai
perkembangan cybernetika dan dinamika penggunaan, perkembangan dan resikonya.
Semakin orang tua memahami perkembangan cybernetika,
orang tua akan memiliki pengetahuan dan mampu mengenali efek buruk serta resiko
yang berkembang mengiringi perkembangan cybernetika.
Perilaku positif diawali kebiasaan
positif sejak dini
Anak-anak
pada era sekarang perkembangan mereka tidak bisa disterilisasi dari dunia
teknologi seperti seluler dan internet. Kita sebagai orang tua hanya bisa
mengarahkan dan mengawasi. Saya menganjurkan khusus untuk anak-anak usia SD,
perlunya kordinasi sekolah dan orang tua menyepakati beberapa hal terkait
dengan penggunaan teknologi bagi anak seperti seluler dan social media agar
pengawasan dan pencegahan resiko dampak tidak diinginkan dapat diminimalisir
sejak dini.
Hal
ini penting karena ketika di rumah anak dicegah sementara teman sekolahnya
bebas tanpa kontrol menggunakan perangkat teknologi dan internet (facebook),
maka anak lebih memilih referensi dari teman sebayanya ketimbang himbauan orang
tua. Jika anak mengambil referensi temannya orang tua akan rawan kecolongan.
Oleh karena itu dibutuhkan komunikasi untuk mengatur batas-batas penggunaan
teknologi antara sekolah—orang tua dan anak. Pilihan ini menurut saya lebih
bijaksana untuk mencegah terjadinya efek buruk teknologi dan mengembangkan
pendampingan melek teknologi bagi anak-anak secara sehat agar mereka dibiasakan
untuk menggunakan perangkat teknologi dan cybernetika sejak dini secara tepat,
berguna dan bermanfaat.
Kebisaaan
sejak dini yang positif jauh dapat mengarahkan anak pada titik awal yang baik
dalam mengenali teknologi dan cybernetika. Pembiaran terhadapnya (gaya
pengasuhan permisif) akan berdampak negative karena anak belum mandiri untuk
mampu mengambil keputusan independen mengenai baik dan buruk. Masa anak (Usia
SD) sangat ditentukan oleh bagaimana kebisaaan baik atau buruk itu dipupuk
sejak dini. Ketika anak dipupuk pembisaaan yang positif, dia akan terkondisi ke
arah yang positif. Sebaliknya, ketika anak diberi kebebasan tanpa control,
ketika anak sampai pada perilaku menyimpang, jauh akan lebih sulit membelokkan
anak atau mengarahkan anak. Orang jawa menyebut, wis kadung. Menurut conditioning
operant, kebiasaan yang tepat, positif, berguna, dan fungsional yang dibentuk
sejak dini membantu pola perilaku anak lebih positif. Sementara itu, anak yang
sejak awal terkondisi permisif, anak pada perkembangannya pun akan sulit
dikontrol, dinasehati atau diarahkan ke kebiasaan positif, tak jarang
perlawanan akan muncul dan konflik orang tua anak dimulai. Tentu hal ini tidak
kita kehendaki.
2 comments:
uwaaa,apa kbr pak?smg pak pur dan keluarga sehat amin...
sangat bermanfaat pak,setuju juga dengan mengenalkan anak atau membuatkan anak blog.teman saya anaknya masih SD sudah dibuatkan blog dan kapanpun ketika anak mau menulis dipersilahkan sama orangtuanya,dengan catatan masih dalam pengawasan karena masih SD juga :D
salam...*iis ^_^*
Trimakasih. Alhamdulillah baik. Iya, blog bisa melatih menulis anak, dan sejauh ini yang saya alami, saya belum nyasar masuk blog ke hal-hal yang berbahaya (pornografi). Betul, pengawasan tetap diperlukan
Post a Comment