Akhirnya FGD Jaringan Gusdurian Community telah terselenggara dengan baik kemarin, 27 Agustus 2010. Diantara diskusi yang dihadiri oleh Alissa Wahid dan Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, yang bertempat di Perpustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang menghasilkan beberapa cuplikan catatan, yakni :
- Untuk menancapkan jasa beilau di UIN, Rektor UIN Maliki Malang dalam suatu sambutannya menyampaikan informasi bahwa akan menamai perpustakaan Uin Maliki Malang dengan Nama Perpustakaan KH. Abdurrahman Wahid. Beliau juga pernah mengatakan bahwa di tahun 1974, Gus Dur diminta oleh bapak Malik Fadjar untuk mengajar program doktoral di sini, yang dulu masih bernama IAIN Sunan Ampel. Gus Dur dalam sebuah pertemuannya dengan Imam Suprayogo pernah mengatakan bahwa apa yang diwujudkan oleh UIN Malang melalui tangan Imam Suprayogo yang menggabungkan antara perguruan tinggi dan pesantren dipuji oleh Gus Dur, "sampun leres". Ya begini ini sudah benar. Jelas Imam Suprayogo yang sudah sering pula berinteraksi dengan komunitas-komunitas lintas agama.
- Alissa mengatakan jaringan Gusdurian di Malang sudah maju karena sudah ada tema tentang Kerukunan Umat beragama sebagai isu yang penting bagi bangsa Indonesia. Putri Gus Dur ini mengatakan, ingin melihat dan mendengar langsung bagaimana proses jaringan Gusdurian ini bermetamorfosis di maing-masing daerah. Dia melihat proses itu merupakan perca-perca berserak yang perlu dirajut dalam satu selimut gusdurian. Diharapkan melalui rajutan ini akan mampu merefleksikan khazanah pemikiran Gus Dur dan menjadi kekuatan lokal untuk berbuat atas nama bangsa ini. Ia juga mengatakan, biarkan perspektif lokal secara bebas membaca pikiran Gus Dur. Allisa menginginkan agar perca itu menjadi kekuatan untuk menjadikan bangsa Indonesia ini lebih baik. Dia akan senang melihat Indonesia lebih baik daripada mengkultuskan Gus Dur tetapi Indonesia menjadi terpuruk.
- Sejumlah hasil diskusi antara lain, forum ini akan dilanjutkan dalam bentuk memperkuat simbol Gus Dur untuk kepentingan bangsa dan mempertajam advokasi kebebasan beragama. Gus Dur harus hidup di dalam benak kita sehingga melahirkan Gus-Dur-Gus-Dur baru untuk menuju Indonesia yang lebih baik. Pendeta Suwignyo dari GKJW mengatakan bahwa kita tetap memerlukan simbol Gus Dur sebagai kekuatan kebangsaan untuk mewujudkan perdamaian agama-agama dan menjamin hidupnya kehidupan multikultural bangsa. Simbol ini penting sebagai lawan tanding bagi upaya-upaya yang ingin menjatuhkan misi Gus Dur terkait dengan jaminan kehidupan kebangsaan yang pluralis dan mendamaikan. Kalau kelompok lain merasa menang dan merdeka karena tokoh pluralismenya telah tiada, justru Suwignya mengharapkan bahwa menghidupkan simbolisme Gus Dur dalam berbagai momentum akan menjadi pusaran untuk tetap memberikan cahaya atas perjuangan Gus Dur bagi keumatan.
Menarik pula untuk di baca ikhwal kontroversi penggantian ucapan assalamu'alaikum dengan selamat pagi dari Gus Dur di http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/01/02/93511/Kula.Ndherek..Gus
http://www.surya.co.id/2010/08/28/gusdurian-lanjutkan-ide-ide-gus-dur.html
No comments:
Post a Comment