Judul : Quran Menurut Perempuan, Membaca Kembali Kitab Suci dengan Semangat Keadilan
Judul Asli : Qur'an and Women, Rereading the Sacred Text a Woman's Perspective. Penulis : Amina Wadud. Penerjemah : Abdullah Ali. Penerbit : Serambi, Jakarta. Cetakan : Maret 2006. Tebal : 232 (+indeks)
Keterbatasan mufasir perempuan di wilayah pengkajian ilmu-ilmu tafsir atau 'ulum al-qur'an adalah salah satu dari sejumlah persoalan yang dikritik kalangan feminis muslim ketika warisan pengetahuan keagamaan yang didasarkan kitab suci syarat dengan asumsi misoginis. Akibat dari wacana tafsir al-Quran yang didominasi arusutama maskulinisme maka normatifitas wahyu Tuhan terlihat justru memperkokoh budaya patriarki, menafikan hak-hak dasar perempuan, dan mengembalikan ranah domestifikasi perempuan semata.
Narasi al-Qur'an yang lahir dari struktur budaya dan eksperimen perilaku Arab jahiliyah belum tuntas direformasi sehingga "sisa-sisa misoginis" kentara menjadi bagian argumentasi al-Quran dalam membentuk moralitas baru masyarakat Arab. Hal ini wajar karena sifat reformasi al-Quran lebih ramah budaya dan mementingkan kognisi lokal (persuasif-merayu) daripada melakukan revolusi kebudayaan secara menyeluruh. Gambaran evolusi itu dikenal dalam epistemologi ushul fiqh yang menjelaskan pengambilan hukum di dalam al-Quran bersifat gradual, selangkah demi selangkah. Lumrah, ketika unsur budaya patriarki menjadi sebagian fakta penuturan al-Quran. Akan tetapi salah kaprah ketika sistem patriarki tetap dipertahankan sebagai praktik pembacaan karena pengakuan kesamaan laki-laki dan perempuan dalam al-Quran merupakan sinyalemen baru yang tumbuh di tengah-tengah budaya yang sangat subordinat terhadap perempuan.
Reformasi posisi perempuan di al-Qur'an mendapat pengakuan dari Umar bin Khaththab, "demi Tuhan, kami dulu di masa jahiliyah tidak biasa memerhatikan perempuan sampai-sampai Tuhan berbicara tentang mereka di al-Qur'an" (hlm. 169). Ketika wajah maskulin lebih mendominasi dalam membaca al-Quran, itu berarti memang struktur kognitif penafsiran al-Qur'an sangat dipengaruhi oleh situasi latensi budaya androsentris. Asumsi ini berkembang dan dipahami dalam perspektif hermeneutika bahwa pemahaman terhadap al-Qur'an seperti cara penafsiran terhadap kandungan ayat sangat dipengaruhi oleh latar penafsirnya, budaya setempat dan situasi sosial politik menjadi sinergi yang membentuk kontekstualisasi al-Qur'an.
Amina Wadud, dalam buku ini ingin mengembalikan ruh atau cahaya Qur'ani untuk membendung derasnya sistem patriarki sebagai latar historis pembacaan Qur'an. Bagi Dia, warisan keilmuan dan praktik keagamaan masa kini telah begitu banyak mencapuradukkan karya-karya ulama (dahulu dan sekarang) dengan al-Qur'an sebagai hasil-hasil ijtihad pasca-kenabian, seperti warisan fiqh, teologi-filsafat, atau aqidah, yang kesemuanya yang banyak memutus hubungan orisinil dengan sumber al-Qur'an (hlm. 12).
Alam pikiran yang berkembang pasca-kenabian menjadi model, padahal historisitasnya kental dengan nuansa politik maskulin dan ideologi negara yang mengutamakan pola kebudayaan berdasarkan kepentingan laki-laki sehingga pembacaan al-Qur'an juga lebih memprioritaskan quota laki-laki dan mendomestikkan peran perempuan. Oleh karena itu, menurut Amina Wadud, penafsiran yang otentik dalam melihat posisi perempuan secara adil tidak lain adalah menangkap dan kembali melihat langsung kepada sumber orisinil al-Qur'an.
Guna mendapatkan pemahaman orisinil al-Qur'an tentunya diperlukan komitmen dari kalangan mufasir atau intelektual zaman ini untuk menyadari terhadap aspek-aspek bagaimana kondisi semenanjung jazirah Arab yang terkait dengan budaya andosentris melekat didalam kandungan ayat-ayat yang turun. Komitmen ini menjadi urgen karena memahami konteks budaya turunnya al-Qur'an akan berarti mencoba memberikan porsi pada masing-masing kebutuhan nilai. Ketidakmungkinan melakukan reformasi menyeluruh dalam al-Qur'an bukan berarti menafikan kekuatan akhir dari wicara al-Quran, namun keberlanjutan reformasi yang pada awalnya telah digagas oleh al-Qur'an justru memerlukan kerja hermeneutik untuk menangkap ketidakmemadahi atau ketidaksiapan kultur jazirah Arab terhadap reformasi menyeluruh itu dan kondisi ini bukanlah kesimpulan terakhir dari al-Qur'an.
Di dalam masyarakat androsentris, pertanyaan tentang perempuan hampir tidak menjadi kebutuhan serius sehingga capaian budaya juga kurang mensinergikan fakta dan kasus perempuan sebagai rancang-bangun keadilan. Namun, daya tangkap masa kini terhadap kebutuhan dan pertanyaan isu-isu perempuan, seperti kesehatan reproduksi dan seksual, menguatnya eksploitasi perempuan dalam bentuk kekerasan dan perdagangan perempuan, jelas tidak mungkin fakta ini diabaikan dalam memberikan artikulasi al-Qur'an sebagai satu-satunya rujukan kitab umat Islam, menjadi hilang dari konteks permasalahan global.
Amina Wadud membuka reformasi al-Qur'an melalui metodologi hermeneutika untuk menangkap apa yang tidak dan belum terpikirkan menyangkut pemahaman sintaksis dan gramatikal struktur kalimat al-Qur'an. Kinerja hermeneutika Wadud sangat arif dan tidak terlihat provokatif.
Melalui pemahaman struktural hermeneutik, Wadud menggarisbawahi bahwa penggalian struktur kalimat al-Qur'an berfungsi melihat kinerja pemaknaan sebagai dasar bagi prosesi epistemologis di mana situasi implisit bisa ditangkap dan spirit nilainya menjadi sesuatu hal baru dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan posisi perempuan dalam berbagai gambaran seperti penciptaan, kehidupan dunia akhirat, perkawinan, perceraian, ibadah, reproduksi (seksualitas), rumah tangga, ruang publik dan tanggungjawab sosial misalnya kepemimpinan.
Dari semua itu diperoleh pemahaman bahwa sandaran etik-keagamaan bagi laki-laki dan perempuan adalah sama karena semua didasari oleh ketaqwaan dan keimanan sebagai nilai tertinggi dari semua aturan moral dan etik agama yang tidak bergantung pada konteks sosial tertentu yang berubah-ubah dan terbatas (hlm. 168). Dan prinsip-prinsip keadilan di al-Qur'an tidak mengutamakan kapasitas kelelakian dan keperempuanan, namun lebih mengacu pada aspek spiritualitas dan substansi imani di mana ia menembus demarkasi jender, ras, kelompok, atau suku tertentu.
1 comment:
http://markonzo.edu Great site. Keep doing., ashley furniture price [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536072]ashley furniture price[/url], gwddt, allegiant air verdict [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536075]allegiant air verdict[/url], aftha, pressure washers info [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536078]pressure washers info[/url], ytxbf, dishnetwork blog [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536080]dishnetwork blog[/url], 6664, adt security preview [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536076]adt security preview[/url], stfhl,
Post a Comment