Friday, November 07, 2008

buku


Menulis Ke-NU-an dengan Bahasa Sendiri


Judul : NU Studies, Pergolakan Pemikiran
antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo-Liberal Penulis : Ahmad Baso, Penerbit : Erlangga Jakarta, Cetakan : 2006 Tebal : xii +510 hal (Indeks)

Pengalaman menjadi bangsa terjajah mengurai beragam representasi yang berkelindan bersamaan siklus metamorfosis pengetahuan, kebudayaan, mentalitas, politik kesadaran dan keagamaan. Wacana pengetahuan yang telah terbentuk dalam alam kesadaran bangsa bekas jajahan adalah manifes identitas diri yang dibentuk secara linier dan ambigu oleh kekuasaan kolonial yang merasuk menjadi sistem epistemologis, nilai, sikap dan gaya bertindak dalam kerangka definisi di luar kapasitas kesadaran dirinya. Dan hampir pasti NU lebih banyak dicakup dalam pengertian-pengertian yang diberikan oleh kalangan akademisi Barat dan menjadi rujukan di setiap replikasi pemaknaan budaya, politik, sosial dan keagamaan yang dirujuk dalam mendiskusikan posisinya dalam rentang historiografi keindonesiaan dan keislaman oleh kesarjanaan Indonesia. Ilmuan Barat yang cukup tersohor seperti Karel Sternbrik, Greg Barton, Andre Felay, Nakamura, adalah contoh sinergi yang telah menjadi kekuatan historiografi ke-NU-an dalam konteks keindonesiaan dan keislaman.

Dengan demikian historiografi ke-NU-an banyak dituturkan bukan dari native –culturenya namun kehadiran pemaknaan NU berangkat dari sistem kognitif Barat melalui pemberian justifikasi identitas melalui cara kerja epistema budaya atau cara berpikir orang Barat. Persis bagaimana ketika Barat mencoba mendefinisikan terorisme dengan menuduhkan perangkat kejahatannya kepada komunitas Muslim sebagai biangkeladi. Dus, menurut orang Barat Islam dan terorisme adalah identik sehingga formasi sosial yang diciptakan Barat merasuk menjadi bagian prasangka global yang diikuti oleh orang Islam sendiri dalam melihat citra dirinya.

Menurut Baso, dengan NU Studies, bukanlah memahami kerangka pemikiran melalui kepatuhan dirinya terhadap sistem pengetahuan yang dibangun Barat yang mencoba mengaji NU dari perspektif sistem kognisi mereka walaupun toh pada dasarnya mereka memiliki sumbangan yang cukup besar dalam historiografi NU, namun ketika dokumentasi pemaknaan ke-NU-an itu ditelan mentah-mentah maka bisa jadi representasi NU telah digadaikan secara epistemik ke dalam keniscayaan kepatuhan Barat yang telah sanggup mendefinisikan ke-NU-an sebagai kebenaran tunggal tanpa mencari kecacatan.

Hingga membawa diskursus itu untuk dipetakan pada tataran fragmentasi dari kerangka perkembangan gerakan keislaman di Indonesia yang terbagi dan terkotak dalam beragam jenis atribusi seperti fundamentalisme, liberalisme dan moderatisme. Masing-masing mewakili sekian dari polarisasi organisasi keagamaan yang ada di Indonesia yang membentuk relasi kecurigaan setelah formasi sosial organisasi keagamaan itu dikaitkan dengan representasi politik global. Lantas masing-masing mencoba mencari bentuk sebagai bagian dari usaha mendaur ulang posisi identitasnya dalam jejaring politik, pemikiran, dan identitas sebagai bagian dari kehidupan keindonesiaan dan keislaman.

No comments: