Monday, August 17, 2009
Perilaku agresif anak adalah hasil amatan
Albert Bandura pada awal penelitiannya menyatakan bahwa tindakan agresif anak-anak sebagian besar dipengaruhi oleh apa yang diamatinya (Bandura, 1965). Secara umum orang yang lebih menunjukkan perilaku agresif atau film yang anak-anak tonton, akan lebih menyumbangkan tindakan agresif anak. Oleh karenanya, anak lebih banyak menunjukkan perilaku agresifnya dari apa yang diamati dan meniru orang lain ketimbang dari apa yang dialami secara personal pada diri anak, yang kemudian disebut dengan social learning. Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa tindakan kekerasan yang ada di TV dan Bioskop berdampak negatif setidaknya menyangkut tiga hal :
1). Menurunnya pemihakan penonton terhadap penderitaan korban,
2). Menurunnya sensitifitas penonton terhadap tindak kekerasan dan,
3). Meningkatnya kemungkinan para penonton bertindak bahkan lebih agresif terhadap apa yang ditunjukkan oleh film di bioskop atau di televisi (Dicuplik dari APA--American Psychological Assosiation--online dengan alamat http://www.psychologymatters.org/bandura2.html
Kami dalam keluarga punya pengalaman serupa. Suatu waktu, Alul, anak kami yang kedua secara tidak sengaja menonton secara langsung adegan iklan sinetron seorang suami menampar istrinya. Kami pada waktu itu juga berada di dekat TV tetapi mata kami tidak begitu tertuju ke bentuk tayangan iklan yang dimaksud. Kami asyik mengobrol dan enjoy berkumpul sambil menemani si anak-anak bermain di depan televisi. Kami lengah memang. Atau karena TV adalah hal yang sudah adaptif di ruang keluarga. Keberadaannya hampir sebagai bagian dari kehidupan kita sehingga bukan karena kami lengah, melainkan karena kami sudah terbiasa (dan kiranya begitu juga dengan keluarga yang lain) menyalakan TV baik ditonton serius atau dinyalakan begitu saja.
Kembali pada iklan tersebut, setelah iklan itu berlalu beberapa detik, ibunya shock.
Apa gerangan yang menyebabkan ibunya shok. Mendadak dengan refleks (automatic), terdengar suara lirih, "plak!" Telapak tangan si kecil melambung di pipi ibunya, alias si kecil mendaratkan tamparan ke pipi ibunya.
Kami shock dan bertanya, mengapa gerangan ? Usut punya usut ternyata Alul mengamati adegan dalam iklan tersebut dan langsung mengimitasi.
Pengalaman ini sejalan dengan teori Bandura mengenai social learning. Perilaku agresif anak bukan dominan dipengaruhi oleh aspek pengalaman diri anak tetapi jauh dipengaruhi oleh aspek amatan yang datang dari luar. Ketika proses ini menjadi habitus diri anak dan televisi menjadi guru setiap hari bagi anak, bagaimana anak-anak ini tumbuh nantinya. Jelas memori anak diisi oleh muatan perilaku agresif dan menjadi sebentuk reference ketika anak menghadapi masalah.
Oleh karenanya, menghimbau kepada para orang tua dan guru, ada baiknya mulai memberikan keteladanan agar anak mengobservasi bentuk-bentuk amatan yang lebih menunjukkan jalan antikekerasan, mensterilkan tontonan agresifitas dari jangkauan anak-anak agar anak lebih banyak mengamati dan mengimitasi perilaku ramah.
Terkadang keteladanan ini rumit karena orang tua juga terkondisi oleh induksi kekerasan yang mentradisi dan terwarisi. Tetapi bagi kami, mencoba untuk belajar menyadari dan mengurangi intensitas pertunjukkan agresifitas yang dipertontonkan adalah jalan bagi kami. Sembari kami, setelah pengalaman ibunya ditampar itu, mengimbau anak kami dalam bentuk apapun untuk tidak menonton sinetron dan hanya membolehkan tontonan-tontonan seperti "ninja warior", dora, tomas dkk, walaupun terkadang anak-anak kami masih suka menonton Tom dan Jerry, Ultramen atau yang ada indikasi praktik kekerasan di dalamnya. Tetapi kami berusaha agar intensitas menonton film anak-anak yang agresif itu selalu ingin kami kurangi. Kami selalu meniati untuk membatasi, meskipun tidak bisa melarang dengan frontal secara penuh, pada tontonan berbau agresif. Disela-sela itu kami juga selalu mengingatkan agar anak untuk sadar diri bahwa bentuk perilaku yang violence adalah perilaku yang tidak bisa diterima dalam berbagai hubungan antarorang.
Marilah kita mencoba menyadari bersama dan mulai menyeleksi bentuk tontonan dan amatan yang lebih menjauhi obyek tiruan agresifitas atau kekerasan untuk diimitasi pada anak.
Label:
psikologi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment