Wednesday, July 21, 2010

Bekerja dengan Talenta


Blitar news. Minggu itu, 25 April 2010, pukul 10.00 WIB, bertepatan dengan kenaikan Isa Al-Masih, sekeluarga melakukan perjalanan dari Tulungagung ke Malang. Tidak sebagaimana biasanya. Kalau perjalanan mudik, Saya dan keluarga biasa menggunakan jalur antar-kota dalam propinsi. Namun, kali ini saya terbersit seorang mahasiswa lulusan psikologi yang “dekat” saat menempuh bangku kuliah. Kedekatan itu lebih pada bertukar pikiran mengenai tulisan. Terutama puisi dan cerpen. Saya juga merasa berutang kedatangan, karena tidak memiliki waktu menghadiri pernihakan dia.

Saya berpikir, boro-boro, mengganti waktu itu, saya sempatkan silaturrahmi kepada salah satu mahasiswa ini sekaligus melakukan kunjungan yang saya niati untuk menggali wawasan baru pada lulusan-lulusan Sarjana Psikologi. Saya berpikir waktu itu, bahwa kesuksesan, pekerjaan yang dilakoni lulusan Sarjana Psikologi serta pengalaman pergolakan paska lulus. Menurut saya dapat dijadikan sebagai bagian dari kisah orang per-orang yang bisa dijadikan teladan untuk ditranformasi sebagai pengalaman baru. Wawasan ini juga dapat digetoktularkan kepada mahasiswa yang mau lulus agar mereka memiliki semangat, motivasi dan berusaha kreatif.

Satu rombongan melintasi Kademangan Blitar, menyusur jalan lintas selatan menuju Lodoyo. Sebuah perjalanan indah karena memecah pemandangan di sekitar gunung dengan pohon rimbun di kiri dan kanan jalan. Kami kemudian menghentikan laju mobil di depan rumah Zoom photography. Studio foto milik sarjana Psikologi, Luluk Lustiana, S. Psi. Sebuah kehormatan saya dijamu dengan renyah di istananya. Jejak langkah kami agak tersendat sesaat menengok dinding yang menempel katalog foto hasil jepretannya, ketika langkah kaki memasuki ruang tamu.

Dialog mulai terjalin sambil mata kami jelalatan menyusuri produk foto-foto yang asing dan aneh bagi kami. Seperti biasa, pikiran saya tidak bisa diam. Ide-ide berkeliaran terkait dengan “photography and psychology”. Saya berpikir bahwa photography mengandung makna proyektif dan memiliki stimulan yang dapat menjelaskan makna-makna foto sebagai teks dan makna pemilik dan pengambil foto sebagai ekspresi dinamika batin orang-orang yang berada di balik foto.

Menurut Anna, “foto merupakan metamorfosis dari suara batin dan perasaan photographer.”, begitu kira-kira senarai yang masih saya ingat. Pengambilan momen fotografi adalah soal talenta memadukan citra rasa dengan obyek manusia yang ada di depan kamera. Bisa saja hal itu dipelajari, tetapi apa saya merasa itu juga terkontaminasi dengan talenta.

Saya melontarkan pertanyaan. “Apa kira-kira yang menjadi karakteristik Anda untuk ikutserta menghadirkan dinamika psikologi pada fotografi kamu An ?” Dia menyahut, “saya tertarik mengabadikan momentum-momentum naturalistik pada jiwa-jiwa gerak dan ekspresi anak-anak dalam foto-foto saya.”. Dia menjelaskan ketertarikannya pada daya gerak anak-anak sebagai ide bagi pengembangan foto-fotonya. Dia lebih menganut aliran naturalistik dalam mengambil momentum fotografi, khususnya terkait dengan anak-anak. Dia mengatakan, tidak terlalu mengeksploitasi gaya, tetapi mengambil siasat dalam gerak naturalistik anak untuk menangkap momentum spesifik sehingga mendapatkan obyek gambar yang berkarakteristik. Saya melihat imajinasi dia mengarah pada liberalitas gaya yang dimunculkan dari gerak-gerak anak kecil.

Dialog ini kemudian mengundang hasrat narsistik saya untuk menjajal kemampuan jepretan dia. Hitung-hitung, saya beroleh kesempatan dan sedikit menguji kepiawaian dia dalam memainkan kamera pada gengaman dia. Ruang yang semula menjadi dialog antara fotografi dengan psikologi berubah jadi riuh, karena sibu mengatur tempat untuk sesi pengambilan foto saya dan keluarga.

Seting layar dan arena sudah siaga. Suara jepretan, krek, membahana memecah ruangan. Kilat dan cahaya berseliweran laksana kilat di siang hari. Kami berjibaku dengan gaya dan ekspresi. Tetapi dalam riuh gaya dan berbagai ekspresi yang menyeruak, si Alul nampak berperan kontroversial. Dia mati gaya, alias menolak saran-saran yang diinginkan oleh berbagai pihak. Kami merasa terkalahkan (jawa : kualahan) untuk menjinakkan Alul. Tetapi pikir saya, ini adalah kesempatan untuk mengamati reaksi sang photographer. Alul selalu menolak saran gaya. Dia justru memberontak, merusak suasana, membikin hati jengah. Saya teringat kata-kata Anna, tentang formula naturalistik pada sesi fotografi anak-anak. Geliat pengambilan fotografi menjadi gaduh oleh ulah Alul. Tetapi kemudian sesi-sesi di tengah kegaduhan, momentum ekpresif dan unik berhasil tertangkap kamera (insert). Di sini saya kemudian semakin memahami makna naturalisme yang diusung Anna dan dalam konteks ini saya semakin memahami makna-makna fotografi.

Saya kemudian merenung bahwa, bekerja dengan talenta dapat mengintegrasikan inspirasi yang didukung oleh disiplin keilmuan. Dari perspektif sarjana psikologi, saya menilai bahwa psikologi dapat berdamai dengan talenta. Artinya, bahwa pekerjaan sarjana psikologi tidak melulu terjun pada dunia seperti konseling, HRD, atau mendirikan klinik konsultasi. Tetapi melihat proses yang berkembang di salah satu lulusan psikologi ini, saya menilai bekerja dengan talenta justru menginspirasi bagi upaya menghidupkan psikologi dalam kancah yang lebih luas. Termasuk dengan fotografi. Itulah sekilas makna menurut saya yang penting menjadi inspirasi untuk mendinamisasi psikologi dalam berbagai kancah kehidupan. Sukses untuk fotografer Luluk Lustiana, S. Psi dan tentu terimakasih jepretannya.

Mengutip artikel Noks Nauta dan Sieuwke Ronner di Journal for Occupational Health and Insurance Physicians, TBV 16, no. 11 (Nov.2008), dia menuliskan bahwa orang yang bekerja dengan talenta akan berada dalam kondisi otonomi, selalu ingin tahu dan berhasrat dalam melakukan inovasi dan mencipta serta selalu menciptakan lingkungan dengan penuh kreatifitas. (mhp).

Komentar : Tulisan ini bikin saya GR pak... yg jelas saya merasa bersukur dan berterimkasih telah nyantol dan menjadi greget buat jadi media share dalam note pak mahpur yang saya rasa sedikit berlebihan :D

Tapi ini adalah pendapat pak mahpur yg membuat saya berbesar hati dan mulai bertanya pada diri sendiri tentang integritas dan konsistensi yg sedang saya ... Lihat Selengkapnyayakini untuk jadi sebuah chalange dalam menggugah kreativitas..

Buat ukuran dinamisasi teknis fotografi saya akui masih ciut untuk membusungkan dada, saya hanya berusaha jujur dengan apa ya saya kerjakan,

Kolaborasi antara idealisme tentang sense art dalam jiwa saya kemudian pakem teknis yg harus di patuhi juga selera pasar yg menuntut keragaman print out kepuasan mutu dan price sangat besar pengaruhnya terhadap hasil karya yang saya lakoni

Dan benar sekali bahwa disiplin ilmu psikologi yang telah menginduksi saya untuk memilih naturalisme menjadi dasar inspirasi karya , dalam fotografi ya sedang saya geluti ternyata banyak yg bs kita tangkap dan erat kaitanya dengan psikologi terkait proses pengondisian objek, proses pengambilan gambar, editing dan printout iya.

Menu karakter manusia banyak yg bs ditangkap dalam lensa, dan saat ini fotografi adalah jiwa saya yang sedang saya satukan dalam khasanah keilmuan yang pernah saya kunyah, mudah-mudahan bisa menjadi kontribusi positif untuk segala pengetahuan yang sesungguhnya tetap memiliki keterkaitan jika ditelusuri

Terimakasih pak mahpur untuk inspirasi yang membesarkan hati

Komentar disalin dari http://www.facebook.com/#!/note.php?note_id=409715394561&comments&ref=notif&notif_t=note_comment tertanggal 21 Juli 2010

No comments: