Tuesday, July 27, 2010
Refleksi Hari Anak Nasional : Mereka pun Dilacurkan
Resume media.23 Juli 2010 diperingati sebagai hari anak. Berbagai media membuat analisis terhadap fakta bahwa anak-anak masih berada dalam situasi terancam. Terutama yang penulis cermati terkait dengan pelacuran anak melalui berbagai modus, utamanya tidak terlepas dari modus dan jerat dari sindikat perdagangan manusia (human trafficking). Data-data berikut ini menggambarkan kondisi tragis bagaimana anak-anak selalu dihadapkan pada “batu sandung”, meminjam kata-kata mbak Ratna Indraswari Ibrahim, untuk mendapatkan eksistensinya agar bebas membangun imajinasi yang membebaskan. Yang disebut anak, berdasarkan definisi ILO (International Labour Organization) adalah usia yang tidak lebih dari 18 tahun.
Jawa Pos pada edisi 25 Juli 2010 merilis kondisi rentan dan resiko peristiwa terkait dengan kekerasan terhadap anak. Data yang dikutip dari Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan bahwa deretan jumlah kekerasan terhadap anak meningkat tajam. Untuk keseluruhan di Indonesia, kekerasan terhadap anak di tahun 2010 diperkirakan bisa mencapai 21.000 kasus. Itu menunjukkan akan terjadi rata-rata perbulan terjadi 3.500 kasus, 583 perhari serta 24 kasus perjam. Jumlah tersebut melibatkan rata-rata anak-anak di bawah usia 12 tahun dan bisa jadi korbannya adalah bayi. Ini artinya bahwa peningkatan kasus yang cukup tinggi menunjukkan kelemahan sistemik secara politik dan budaya pada perlindungan terhadap anak-anak. Kasus perdagangan anak sendiri juga meningkat 38 persen pada tahun 2009.
Kompas edisi 23 Juli 2010 membuat artikel mengulas perselingkungan tentang peristiwa-peristiwa terkait dengan perdagangan manusia, yang didalamnya memasukkan anak-anak sebagai bagian dari korban. Jika dipetakan berdasarkan data yang telah mendapat layanan dari IOM (International Organization Migration), untuk korban perdangan manusia berdasarkan usia maka untuk anak-anak sebesar 23,80 % yang didominasi jumlah korban pada anak-anak perempuan. Korban perdagangan anak ini bermacam-macam, ada untuk dipungut anak, dipekerjakan paksa atau dilacurkan.
Bagong Suyanto dalam tulisan di Kompas 23 Juli 2010 menyatakan jumlah anak-anak yang dilacurkan di wilayah Asia mencapai 840.000 jiwa. Di Indonesia sendiri, dari 174.000 pelacur yang terpantau di Indonesia, separuh dari jumlah tersebut adalah pelacur anak.
Mengapa demikian ? Meskipun telah ada undang-undang, yakni UU No. 23 Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak, tetapi undang-undang ini belum menjadi kesadaran bersama sehingga menjadi kekuatan populis terhadap perlindungan anak. Lebih-lebih, faktor budaya, sosial, dan ekonomi ikut serta menjadi variabel independen yang menyebabkan terjadi kekerasan terhadap anak.
Bobo-boro mencegah, praktik budaya dan agama seoalah-olah ikut serta melegitimasi dalam kelindang kognisi sosial anak yang berada dalam posisi subordinat, bahwa perlakuan intimidatif terhadap anak merupakan faktor tradisi yang mengakar dalam budaya kepatuhan. Perspektif ini yang menempatkan anak dalam kondisi tidak berdaya dan akan berpeluang menjadi korban dari serangkaian kekerasan terhadap anak dengan beragam bentuk. Mulai dari kekerasan yang bersifat behavioristik sampai dengan bentuk kejahatan perdagangan anak.
Apalagi jika dianalisis secara antropologis, bahwa mitos-mitos terkait dengan anak perempuan ikut menyumbangkan berbagai dinamika untuk mempertegas posisi subordinat posisi perempuan yang dilacurkan. Para pelanggan akan lebih memilih anak perempuan belia daripada dewasa. Dari sudut pandang mucikari, anak perempuan memiliki peluang signifikan untuk mendapatkan keuntungan besar dari pelanggan, begitu pendapat Bagong Suyanto pada artikel Kompas (23/07/2010).
Adapun faktor-faktor yang perlu diwaspadahi yang menjadi sebab terjadinya sindikat perdagangan anak yang kerap mereka jatuh pada upaya pelacuran anak tidak semata-mata murni dipengaruhi oleh faktor kemiskinan atau ekonomi. Ada pula faktor budaya dan psikologis lainnya.
Memang upaya menjerat mereka untuk masuk dalam jaringan sindikat perdagangan anak untuk dilacurkan selalu terkait dengan persoalan ekonomi dan latarbelakang keluarga miskin. Faktor-faktor lain juga menjadi pertimbangan krusial yang menyebabkan anak diperdagangkan atau pada akhirnya dilacurkan. Faktor administrasi kependudukan juga rentan menyumbangkan sebab tidak langsung. Misalnya demi untuk memperoleh pekerjaan di luar negeri (TKI), mereka biasanya menambah umur di KTP-nya. Faktor keluarga dekat, kerabat atau orang-orang dekat juga seringkali menjadi pelaku dari perekrutan, dengan iming-iming pekerjaan yang menjanjikan atau memberikan informasi kemudahan berangkat dengan dalih gratis dan lain sebagainya juga menjadi salah satu bagian dari jerat munculnya perdagangan anak atau pelacuran anak. Sebab lain menurut penelitian Global North and Global South, dinyatakan bahwa prostitusi anak pada awalnya dimulai dari kerja di jalanan kota yang pada awalnya mereka mencoba untuk mencari pekerjaan sebelum akhirnya masuk pada dunia pekerja seks komersial (Rio de Janeiro, Thematic congres III, Against the Sexual Exploitation of Children and Adolescents, Brazil, November 2008)
Suatu contoh terjadi pada Vanya (14), pelajar SMP di Surabaya juga masuk dalam perangkap pelacuran anak (Kompas, 23/07/2010). Anak ini pada awalnya mengalami guncangan psikologi karena ditinggal ayahnya dan mengalami persoalan dengan pembayaran di sekolah. Melalui dalih kakak kelasnya yang dianggap mampu menjadi tempat curhatnya, Vanya merasa mendapatkan tempat untuk menumpahkan persoalannya dan dijanjikan kepadanya bahwa ada orang yang bersedia menggantikan peran ayahnya. Pada akhirnya, Vanya masuk dalam jaringan anak yang dilacurkan. Ditambah dia dikejar-kejar tanggungan biaya di sekolah dan iuran buku.
Upaya untuk memutus rantai kekerasan hingga membebaskan anak dari kondisi diperdagangkan menjadi komitmen bersama semua pihak, mulai dari orangtua, tetangga, kerabat dekat, sekolah dan sejumlah elemen masyarakat untuk mewaspadahi berbagai upaya menjerat anak, agar tidak menjadi bagian dari anak-anak yang dieksploitasi, yang berujung pada kondisi naif hingga dilacurkan. Mari lindungi anak dari kemungkinan kondisi terburuk tersebut.(mhp)
Label:
berita
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
Mengerikan. Ayo lindungi anak dari resiko pelacuran anak
bisa buat tambahan referensi skripsi saya, pak.
Idenya saja, tentang referensi, bisa diperkaya dengan jurnal-jurnal internasional....
Post a Comment